Selasa, 22 Januari 2019

Asmida 65 : Ruas dalam Hujan Jakarta 22012019

Ruas seperti biasanya muncul dalam berbagai kesempatan dan harus cepat penulis tulis, kalau tidak menguap begitu saja. Inilah ruas penulis yang menyikapi perbedaan pandangan antara yang punya hajat dg warga masyarakat diberbagai kelas dan latar belakang pendidikan, ekonomi, pengalaman, dan berbagai sudut pandang lainnya tentang pemilihan moderator utk acara pesta lima tahunan tsb, sebenarnya  boleh2aja aja ya siapapun menyampaikan aspirasinya sebagai negara yang dijamin kebebasannya dalam menyampaikan pendapat tentunya ada koridor yang harus disikapi agar tidak menerjang macam bendungan yang jebol  hehehe itu menurut pendapat ku. Sebab ibarat suatu sistem tidak ada yang benar-benar terbuka juga tidak ada yang benar-benar tertutup, tutup dan buka hanya pada besarannya itu kesimpulanku sejak dulu sejak muda sampai saat ini dan diperkuat oleh pandangan2 pemaparan Dr. Tiko saat perkuliahan manajemen sistem beberapa tahun lalu.  Begitu juga saat penulis membaca disalah satu media dan pendapat beberapa kalangan yang tulisannya atau percakapan yang sangat menarik, santai untuk menambah wawasan dalam berbagai hal politik, seni, filsafat pokoknya positif  menurutku sebagai koreksi diri yang terus belajar menyikapi berbagai kekurangan ( orang lain terserah mereka bukankah hidup itu pilihan dan perbedaan) kita tidak bisa memaksa namun ada baiknya saran dicermati tapi terlepas semua itu penulis percaya NS bisa profesional kalau iya ditunjuk sebagai moderator kalau tidak terlampau banyak yang ia pertaruhkan. Inilah ruas penulis menyikapi hal tsb. 
Ruas: Dra. Hj. Raja Muda Asmida, M.Pd 

Fhoto, proses edit dan tata letak:
Dra. Hj.Raja Muda Asmida, M.Pd 
Penerbit: alc publishing, 22 Januari 2019 Jakarta 
@asmidalearningcenter 

Minggu, 13 Januari 2019

Asmida 65 : 16 Tahun sudah perjalanan itu terhenti

Begitu cepat waktu pergi meninggalkan kita dengan berbagai kenangan cerita yang tak mampu dilukiskan dengan kata - kata, hari ini tgl 13 januari 2019 sudah 16 tahun (13 januari 2003 - 13 januari 2019) lamanya ibunda Hj.Tengku Sribanun binti H. Tengku Said pergi untuk selama lamanya meninggalkan dunia menuju alam barzah yang abadi membawa berbagai luka yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, banyak cerita yg membuat air mata ini tidak bisa berhenti bila mengingat sosok tangguh yang sangat baik tersebut, sosok yang mencoba tegar dalam luka yang tidak pernah kering, walau tidak mampu diungkapkan dengan kata-kata tapi aku sangat memahaminya karna tiap luka juga ada aku disana yang mencoba tegar dan berdiri kokoh agar pohon-pohon kecil tidak diinjak dan terinjak, dan pohon yang mulai besar tidak tumbang. Kini hanya kenangan berbagai momen saat mak  masih ada puluhan tahun yang lalu saat dirumah lama, penulis pun tidak ingat fhoto pastinya  tahun berapa. Berikut fhotonya yg sudah penulis gabung dan fhoto terpisah yang penulis fhoto kembali dari album sebagai kenangan sepanjang hayat. Ya Allah sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesilapan,  ampuni dosa ibuku Hj. Tengku Sribanun binti H. Tengku Said tempatkan dia di surgaMu Ya Allah.... , Aamiin 


Fhoto asli yang digabung kemudian dilengkapi dengan keterangan lainnya secara lengkap menggunakan kecanggihan tekhnologi 


Fhoto asli dalam proses penggabungan 

Fhoto saat hari raye tapi tidak ingat apekah hari raye Idul Fitri atau Idul Adha, saat ini kami tinggal di jl. Ahmad Yani Pekanbaru, masih ngontrak

Fhoto ini saat kami jalan-jalan kalau tak salah nengok pameran, biasenye pergi saat penulis libur. 

Fhoto saat mak tertawa momen yang  sangat jarang ditemukan, ini saat hari raye  







Minggu, 06 Januari 2019

Asmida65: Makan siang bersama merayakan ulang tahun Rava Joti

Hari ini kami makan siang bersama walau tidak semua bisa hadir karena berbagai aktivitas, di rumah makan pondok Patin HM. Yunus sekalian merayakan ulang tahun yang ke 21 Rava Joti pangkat cucu anak dari kemenakan kami Yanti, mudah2an selalu dalam lindungan Allah swt Aamiin. Berikut beberapa momen saat makan siang yang disudahi  dengan mologu dan bekodak.





Sambil menunggu hidangan bekodak dulu sambil mendengarkan lagu
 Fhoto: Dra. Hj.Raja Muda Asmida, M.Pd 











Fhoto: Dra. Hj.Raja Muda Asmida, M.Pd 


Fhoto: Yudi Aldian 







Fhoto : Dra. Hj. Raja Muda Asmida, M.Pd 
alc publishing, 6 Januari 2019

Bersambung





Jumat, 04 Januari 2019

Asmida 65 : Istirahat melepas penat di Kota lama. Sesi pertama

Cerita akhir tahun 2018 sesi pertama 
Libur melihat hijau yang tersisa dan sungai rokan yang telah keruh, Kota lama 23 s. 24 Desember 2018 
Setelah melepas penat habis perjalanan dari kota Pekanbaru menuju kampung halaman tempat kelahiran Kotalama Rohul kami beristirahat dirumah kakak penulis Raja Muda Darwati yang semenjak menikah tinggal di Kotalama sedangkan kami besar dan tinggal menetap di Selatpanjang Kabupaten Kepulauan Meranti (kapan2x kita lanjutkan ceritanya). Berikut beberapa momen saat di Kotalama Kec. Kunto Darussalam Rohul. 
1. Ziarah kubur 
Ziarah kubur merupakan hal yang tidak pernah terlewatkan saat balek kekampung tempat kelahiran hal tersebut sudah sejak kecil diajarkan oleh ayah dan mak kami, waktu masih kecil memang tidak tau maksud yang tersirat karena masih anak-anak tapi seiring perjalanan waktu ditambah seringnya cerita keagamaan dari orang tua yang penulis kecil dengar yang didapat mak Hj. Tengku Sribanun  dari Syekh surau biasa mak menyebut tuan gurunya ditambah lagi galian berbagai sumber bacaan yang sering penulis remaja bahas bersama ayah yang sangat kaya akan berbagai bidang ilmu (kami punya hobi yang sama membaca dan menelaah bacaan) Selain menghormati dan mengingat jasa keluarga turun temurun yang telah dialam keabadian juga pelajaran bagi yang hidup bekal bagi yang masih hidup pada dasarnya kita itu sendiri dan sendiri, belajarlah bertanggung jawab terhadap apa yang ditugaskan diamanahkan berusahalah untuk tetap berbuat baik walau dalam keadaan tidak baik, saling mengingat dalam kebaikan bagi yang mau mendengarkan semua akan kembali pada diri masing2x  mempertanggung jawabkan segalanya dihadapanNya. 







Penulis Dra. Hj. Raja Muda Asmida, M.Pd  bersama kakak Raja Muda Darwati dan kemenakan  Farida, S.Pd di makam ibunda Hj. Tengku Sribanun 





Penulis di pemakaman Ayahanda H. Raja Muda Depang 

Penulis mencoba tegar dalam luka di makam Ibunda Hj. Tengku Sribanun dan Ayahanda H. Raja Muda Depang, yang makamnya berdampingan saat telah tiada karena pemakaman dekat mesjid raya Kota Lama telah penuh kata pengurus di kampung  saat di konfirmasi sebelum ibunda tercinta dibawa jenazahnya ke Kota lama (sesuai permintaan almh beberapa hari sebelum meninggal dunia pada tgl 13 Januari 2003 petang mendekat waktu maghrib, pesan tersebut seperti yang disampaikan beliau kepada abang sepupu ) dari Pekanbaru pada tgl 14 Januari 2003   kemudian diputuskan almh ibunda Hj. Tengku Sribanun binti H. Tengku Said dikebumikan di pemakaman keluarga Raja Muda di Kotalama Kecamatan Kunto Darussalam Rokan Hulu berdampingan dengan kubur suaminya ayahanda H. Raja Muda Depang yang letaknya tidak berapa jauh dari Mesjid Raya merupakan mesjid tertua di Kotalama, kini hanya doa yang akan selalu mengiringi  semoga Allah swt mengampunkan segala dosa yang pasti ada pada setiap manusia. Ya Allah tempatkan orangtuaku di SurgaMu, Aamiin. Mohon ampunan segala silap salahnya begitu juga mohon ampunan dosa uwak,datuk kami Raja Muda Akar, Raja Duma dan saudara famili kami yang telah abadi dialam barzah. Aamiin 

Kemenakanda Ricky dan Farida 

Penulis (jilbab dongker), kakak Raja Muda Darwati (jilbab abu-abu), dan kemenakanda Farida (pakai selendang kuning) serta kemenakanda Ricky

Selanjutnya kami ziarah ke pemakaman kakanda Raja Muda Rosmani yang meninggal karena sakit buah kayu saat anak-anak nya masih sangat kecil si bungsu Elva Susanti  waktu itu berumur delapan bulan sedangkan yang lainnya Sudirman yang paling tua masih SD kalau tak salah duduk kelas empat di SD Negeri 3 Selatpanjang, Farida kira2 umur empat tahun, Hendri umur dua tahun lebih kurang  sedangkan Husni Thamrin sudah dahulu dipanggil yang maha kuasa Allah swt. Semua anak almh dibawa ayahanda ke Selatpanjang tinggal bersama kami, terakhir baru Farida dibawak ayah yang melihat kondisi ekonomi dan berbagai pertimbangan lainnya tidak memungkinkan di tinggal di kampung kotalama, maklum uwo Rosmani biasa kami memanggil merupakan anak kesayangan kedua orang tua, kakak 2 kami sebelumnya sudah meninggal saat mereka masih kecil jadi sangat wajar ayah dan mak sangat menyayangi dan melengkapi segalanya untuk almh.  Di pemakaman mesjid raya ini juga kami berziarah ke pemakaman uwak Siti nur laut yang bersebelahan sangat dekat dengan mesjid raya seperti yang telah penulis sampaikan diatas. Berikut beberapa momen yang dapat diabadikan sebagai kenang2xan dan pembelajaran bahwa tidak ada yang abadi. 

(bersambung) 








Asmida65: Ruas di awal 2019